Wednesday 11 April 2012

Mikroskop Elektron

Pada tahun 1920 ditemukan suatu fenomena di mana elektron yang dipercepat dalam suatu kolom elektromagnet, dalam suasana hampa udara (vakum) berkarakter seperti cahaya, dengan panjang gelombang yang 100.000 kali lebih kecil dari cahaya. Selanjutnya ditemukan juga bahwa medan listrik dan medan magnet dapat berperan sebagai lensa dan cermin seperti pada lensa gelas dalam mikroskop cahaya. Kedua penemuan inilah yang merupakan dasar penciptaan mikroskop elektron. Artikel ini menjelaskan tentang mengenal mikroskop elektron.




Seorang ilmuwan dari universitas Berlin yaitu Dr. Ernst Ruska bersama rekannya, Bodo von Borries, menggabungkan penemuan ini dan membangun mikroskop transmisi elektron (TEM) yang pertama pada tahun 1931. Untuk hasil karyanya ini maka dunia ilmu pengetahuan menganugerahinya hadiah Penghargaan Nobel dalam fisika pada tahun 1986.
Mikroskop yang pertama kali diciptakannya adalah dengan menggunakan dua lensa medan magnet, namun tiga tahun kemudian ia menyempurnakan karyanya tersebut dengan menambahkan lensa ketiga dan mendemonstrasikan kinerjanya yang menghasilkan resolusi hingga 100 nanometer (nm) (dua kali lebih baik dari mikroskop cahaya pada masa itu). Mikroskop transmisi eletron saat ini telah mengalami peningkatan kinerja hingga mampu menghasilkan resolusi hingga 0,1 nm (atau 1 angstrom) atau sama dengan pembesaran sampai satu juta kali.
Meskipun banyak bidang-bidang ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dengan bantuan mikroskop transmisi elektron ini, namun adanya persyaratan bahwa obyek yang diamati harus setipis mungkin, membuat sebagian peneliti tidak terpuaskan, terutama yang memiliki obyek yang tidak dapat dibuat setipis mungkin. Dalam perkembangannya masalah ini terpecahkan dengan ditemukannya sebuah alat yang disebut mikrotom. Dengan alat ini spesimen bisa disayat dengan sangat tipis.

Pembuatan preparat untuk mikroskop elektron

Agar pengamat dapat mengamati preparat dengan baik, diperlukan persiapan sediaan preparat. Prinsip penyediaan preparat untuk mikroskop elektron adalah sebagai berikut :
  1. Melakukan fiksasi : bertujuan untuk mematikan sel tanpa mengubah struktur sel yang akan diamati. Fiksasi dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa glutaraldehida atau osmium tetroksida.
  2. Pembuatan sayatan : bertujuan untuk memotong spesimen hingga setipis mungkin agar mudah diamati di bawah mikroskop. Preparat dilapisi dengan monomer resin melalui proses pemanasan, kemudian dilanjutkan dengan pemotongan menggunakan mikrotom. Umumnya mata pisau mikrotom terbuat dari berlian, karena berlian tersusun dari atom karbon yang padat. Hasilnya, sayatan yang terbentuk lebih rapi. Sayatan yang telah terbentuk diletakkan di atas cincin berpetak untuk diamati.
  3. Pelapisan/pewarnaan : bertujuan untuk memperbesar kontras antara preparat yang akan diamati dengan lingkungan sekitarnya. Pelapisan/pewarnaan dapat menggunakan logam berat seperti uranium dan timbal.

Jenis-jenis mikroskop elektron

Ada banyak macam mikroskop elektron dengan cara kerja yang berbeda pula. Berikut ini adalah jenis mikroskop elektron yang biasa digunakan saat ini.

Mikroskop pemindai transmisi elektron (STEM)

Scanning Transmission Electron Microscopy (STEM) adalah merupakan salah satu tipe yang merupakan hasil pengembangan dari Transmission Electron Microscopy (TEM).
Pada sistem STEM ini, electron menembus spesimen namun sebagaimana halnya dengan cara kerja SEM. Optik elektron terfokus langsung pada sudut yang sempit dengan memindai obyek menggunakan pola pemindaian dimana obyek tersebut dipindai dari satu sisi ke sisi lainnya (raster) yang menghasilkan lajur-lajur titik (dots) yang membentuk gambar seperti yang dihasilkan oleh CRT pada televisi / monitor.

Mikroskop Pemindai Elektron (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengamati detil permukaan sel atau struktur mikroskopik lainnya, dan dan mampu menampilkan pengamatan obyek secara tiga dimensi.
Tidak diketahui secara persis siapa sebenarnya penemu mikroskop pemindai elektron ini. Publikasi pertama kali yang mendiskripsikan teori SEM adalah fisikawan Jerman Dr. Max Knoll pada 1935, meskipun fisikawan Jerman lainnya Dr. Manfred von Ardenne mengklaim dirinya telah melakukan penelitian suatu fenomena yang kemudian disebut SEM hingga tahun 1937. Mungkin karena itu, tidak satu pun dari keduanya mendapatkan hadiah nobel untuk penemuan itu.
Pada 1942 tiga orang ilmuwan Amerika yaitu Dr. Vladimir Kosma Zworykin, Dr. James Hillier, dan Dr. Snijder, membangun sebuah mikroskop elektron metode pemindaian (SEM) dengan resolusi hingga 50 nm atau magnifikasi 8.000 kali. Sebagai perbandingan SEM modern sekarang ini mempunyai resolusi hingga 1 nm atau pembesaran 400.000 kali. Mikroskop elektron ini memfokuskan sinar elektron (electron beam) di permukaan obyek dan mengambil gambarnya dengan mendeteksi elektron yang muncul dari permukaan obyek.
Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada mikroskop optic dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut dipindai dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat. Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi.

Mikroskop Elektron Pemindai Lingkungan (ESEM)

Environmental Scanning Electron Microscope (ESEM) ini merupakan pengembangan dari SEM, yang dikembangkan guna mengatasi obyek pengamatan yang tidak memenuhi syarat sebagai obyek TEM maupun SEM.
Obyek yang tidak memenuhi syarat seperti ini biasanya adalah spesimen alami yang ingin diamati secara detil tanpa merusak atau menambah perlakuan yang tidak perlu terhadap obyek, yang apabila menggunakat alat SEM konvensional perlu ditambahkan beberapa trik yang memungkinkan hal tersebut bisa terlaksana.
Teknologi ESEM ini dirintis oleh Gerasimos D. Danilatos, seorang kelahiran Yunani yang bermigrasi ke Australia pada akhir tahun 1972 dan memperoleh gelar Ph.D dari Universitas New South Wales (UNSW) pada tahun 1977 dengan judul disertasi Dynamic Mechanical Properties of Keratin Fibres .
Dr. Danilatos dikenal sebagai pionir dari teknologi ESEM, yang merupakan suatu inovasi besar bagi dunia mikroskop elektron serta merupakan kemajuan fundamental dari ilmu mikroskopi.
Deengan teknologi ESEM ini dimungkinkan bagi seorang peneliti untuk meneliti sebuah objek yang berada pada lingkungan yang menyerupai gas yang betekanan rendah (low-pressure gaseous environments) misalnya pada 10-50 Torr serta tingkat humiditas diatas 100%. Dalam arti kata lain ESEM ini memungkinkan dilakukannya penelitian obyek baik dalam keadaan kering maupun basah.
Sebuah perusahaan di Boston yaitu Electro Scan Corporation pada tahun 1988 (perusahaan ini diambil alih oleh Philips pada tahun 1996- sekarang bernama FEI Company) telah menemukan suatu cara guna menangkap elektron dari obyek untuk mendapatkan gambar dan memproduksi muatan positif dengan cara mendesain sebuah detektor yang dapat menangkap elektron dari suatu obyek dalam suasana tidak vakum sekaligus menjadi produsen ion positif yang akan dihantarkan oleh gas dalam ruang obyek ke permukaan obyek. Beberapa jenis gas telah dicoba untuk menguji teori ini, di antaranya adalah beberapa gas ideal dan gas lain. Namun, yang memberikan hasil gambar yang terbaik hanyalah uap air. Untuk sample dengan karakteristik tertentu uap air kadang kurang memberikan hasil yang maksimum.

Mikroskop refleksi elektron (REM)

Reflection Electron Microscope (REM), adalah mikroskop elektron yang memiliki cara kerja yang serupa dengan cara kerja TEM, namun sistem ini menggunakan deteksi pantulan elektron pada permukaan objek. Tehnik ini secara khusus digunakan dengan menggabungkannya dengan tehnik refleksi difraksi elektron energi tinggi (Reflection High Energy Electron Diffraction) dan tehnik Refleksi pelepasan spektrum energi tinggi (reflection high-energy loss spectrum - RHELS)

Spin-Polarized Low-Energy Electron Microscopy (SPLEEM)

Spin-Polarized Low-Energy Electron Microscopy (SPLEEM) ini adalah merupakan Variasi lain yang dikembangkan dari teknik yang sudah ada sebelumnya, dan digunakan untuk melihat struktur mikro dari medan magnet.

Pembuatan film dengan mikroskop ESEM

Dengan melakukan penambahan peralatan video maka pengamat dapat melakukan pengamatan dengan mikroskop elektron secara terus menerus pada obyek yang hidup.
Sebuah perusahaan film dari Perancis bahkan berhasil merekam kehidupan makhluk kecil dan memfilmkannya secara nyata. Dari beberapa film yang dibuat, film berjudul Cannibal Mites memenangkan beberapa penghargaan di antaranya Edutainment Award (Jepang 1999), Best Scientific Photography Award (Perancis 1999), dan Grand Prix Best Popular and Informative Scientific Film (Perancis 1999). Film ini ditayangkan juga di stasiun televisi Zweites Deutsches Fernsehen Jerman, Discovery Channel di AS dan Britania Raya. Kini perusahaan yang sama tengah menggarap film seri berjudul "Fly Wars" yang rata-rata memakai sekitar lima menit pengambilan gambar dengan ESEM Pada film tersebut dapat dilihat dengan detail setiap lembar bulu yang dimiliki lalat dalam pertempurannya.

sumber: praktikumbiologi.blogspot.com

Monday 9 April 2012

Gangguan atau Kelainan yang Terjadi pada Sistem Saraf


Jam pelajaran Biologi, baca-baca buku BSE, eh ni dapet materi  tentang gangguan atau kelainan yang tejadi pada sistem Saraf. Nich saya share buat para pembaca, semoga dapat bermanfaat. Gangguan atau Kelainan yang Terjadi pada Sistem Saraf antara lain:
a. Stroke, merupakan penyakit yang timbul karena pembuluh darah di otak tersumbat atau pecah sehingga otak menjadi rusak. Penyebab penyumbatan ini ialah adanya penyempitan pembuluh darah (arteriosklerosis). Selain itu, bisa juga karena penyumbatan oleh suatu emboli. Ciri yang tampak dari penderita stroke misalnya wajah yang tak simetris.
b. Neuritis, merupakan gangguan sistem saraf yang disebabkan tekanan, pukulan, patah tulang, dan keracunan/kekurangan vitamin B. Adanya penyakit ini menjadikan penderita sering kesemutan.
c. Amnesia, merupakan gangguan yang terjadi pada otak karena disebabkan goncangan batin atau cidera. Ciri gangguan ini yakni hilangnya kemampuan seseorang mengenali dan mengingat kejadian masa lampau dalam kurun waktu tertentu.
d. Transeksi, merupakan gangguan pada sistem saraf terutama medula spinalis karena jatuh atau tertembak. Akibat yang timbul yakni penderita akan kehilangan segala rasa (mati rasa).
e. Parkinson, merupakan penyakit yang terjadi karena kekurangan neurotransmiter dopamine pada dasar ganglion. Secara fisik, penderita ini memiliki ciri tangan gemetaran saat istirahat, gerak susah, mata sulit berkedip, dan otot kaku sehingga salah satu cirinya adalah langkah kaki menjadi kaku.
f. Epilepsi, merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya luka, infeksi, tumor, atau lainnya terutama pada jaringan-jaringan otak, sehingga terjadi letusan-letusan listrik (impuls) pada neuronneuron di otak.
g. Poliomielitis, ialah penyakit yang menyerang neuron-neuron motorik sistem saraf pusat terutama otak dan medula spinalis oleh infeksi virus. Penderitanya mengalami berbagai gejala seperti panas, sakit kepala, kaki duduk, sakit otot, dan kelumpuhan.
h. Multipel Sklerosis, adalah keadaan terjadinya degenerasi mielin pada sistem saraf pusat. Adanya penghantaran impuls saraf menjadi terhambat dan terjadi gejala seperti hilangnya koordinasi tubuh, gangguan penglihatan, dan gangguan bicara. Penyakit ini dapat berkembang perlahan tetapi dapat pula menyerang secara tiba-tiba. Penyebabnya diperkirakan berupa kerentanan yang bersifat genetik, infeksi virus, dan gangguan sistem kekebalan tubuh.
  
Sumber: 
    Widiati Sri, dkk. BIOLOGI SMA/MA kelas XI 
    Diastuti Renni. BIOLOGI SMA/MA Kelas XI

Friday 6 April 2012

LAPORAN KIMIA PENGUJIAN LARUTAN DENGAN INDIKATOR DAN MEMPERKIRAKAN pH LARUTAN

A.                Tema                         
·                     Pengujian larutan dengan indikator dan memperkirakan pH larutan

B.                 Tujuan          
·                    Menentukan sifat larutan berdasarkan sifat asam, basa, dan netral. Pada eksperimen ini berbagai larutan akan diuji dengan menggunakan zat yang berwarna berbeda dalam lingkungan yang berbeda. Zat seperti ini disebut indikator (petunjuk).
·                    Memperkirakan pH suatu larutan dengan menggunakan beberapa macam indicator.

C.                Landasan Teori                    
Asam, Basa dan Garam merupakan zat kimia yang memiliki sifat-sifat yang dapat membantu kita untuk membedakannya. Karena pada umumnya asam berasa masam dan basa berasa agak pahit.

·                     Asam adalah senyawa yang jika dilarutkan ke dalam air menghasilkan ion H+. Memiliki rentang pH 0-6,9. Memerahkan lakmus biru.
·                     Basa adalah senyawa yang bila dilarutkan ke dalam air menghasilkan ion OH-. Memiliki rentang pH 7,1-14.Membirukan lakmus merah

Indikator asam dan basa adalah zat yang dapat memberikan warna yang berbeda pada larutan asam dan basa. Melalui perbedaan warna tersebut akhirnya dapat diperkirakan kisaran pH suatu larutan. Trayek perubahan warna adalah batasan pH dimana terjadi perubahan warna indikator. Salah satu indikator yang umum digunakan dalam pengujian larutan asam dan basa adalah kertas lakmus. Kertas lakmus terdiri dari 2 warna yaitu lakmus biru dan lakmus merah. Jika larutan bersifat asam, maka kertas lakmus biru akan berubah menjadi merah, sedangkan kertas lakmus merah tidak akan berubah warna (tetap berwarna merah). Jika suatu larutan bersifat basa, maka kertas lakmus biru tidak akan berubah warna (tetap biru) sedangkan kertas lakmus merah akan berubah warna menjadi biru. Namun jika tidak terjadi perubahan warna kertas lakmus (lakmus biru tetap biru dan lakmus merah tetap merah) maka larutan tersebut bersifat netral.

Untuk mengetahui trayek perubahan warna dari beberapa indikator, kita dapat melihat tabel indikator perubahan warna pH.

No
Indikator
Trayek Perubahan Warna
Perubahan Warna
1
Lakmus
5,5 – 8,0
Merah – Biru
2
Metil Jingga
2,9 – 4,0
Merah – Kuning
3
Metil Merah
4,2 – 6,3
Merah – Kuning
4
Bromotimol Biru
6,0 – 7,6
Kuning – Biru
5
Fenolftalein
8,3 – 10
Tidak berwarna – Merah

D.                 Alat dan Bahan :
·                     Pipet tetes
·                     Lumpang dan alu
·                     Rak dan tabung reaksi
·                     Kertas lakmus, MJ, dan PP
·                     Daun mahkota bunga
·                     Air suling
·                     Air kapur
·                     Air jeruk
·                     Air sabun
·                     Cuka dapur
·                     Larutan ammonia
·                     Larutan asam klorida
·                     Larutan natrium hidroksida
·                     Alkohol
·                     Gelas Erlenmeyer
·                     Gelas kimia
·                     Larutan X
·                     Air
·                     Indikator MJ, MM, BTB, PP

E.                 Langkah Kerja          :
Pengujian larutan dengan menggunakan indikator :
1.                  Air suling diteteskan pada kertas lakmus merah dan kertas lakmus biru. Dengan cara yang sama larutan asam cuka dan air kapur diuji.
2.                  Dengan menggunakan kertas lakmus, mo, dan pp, larutan yang tersedia diuji kemudian disusun dalam tiga kelompok yaitu termasuk asam, basa, dan netral.
3.                  Daun mahkota bunga yang berwarna merah digiling dengan sedikit air didalam lumpang. Sedikit air bunga ditempatkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan sedikit larutan cuka. Dengan cara yang sama air kapur diuji dengan air bunga itu.
       
Memperkirakan pH suatu larutan :
1.                  5ml larutan X dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 3tetes indikator MJ. Warna larutan yang terjadi diamati dan dicatat
2.                  Diulangi langkah no 1 dengan menggunakan indikator yang lain.

F.                 Hasil dan Pembahasan         :
Hasil
Pengujian dengan kertas lakmus
Bahan
Perubahan warna
Sifat larutan

Lakmus merah
Lakmus biru

Air suling
Merah
Biru
Netral
Larutan cuka
Merah
Merah
Asam
Air kapur
Biru
Biru
Basa

Pengujian larutan dengan kertas lakmus, mo, dan pp
No
Bahan
Perubahan warna
Sifat larutan


LM
LB
MJ
PP
Asam
Basa
Netral
1
Air jeruk
Merah
Merah
Orange
Tak berwarna
ü     


2
Air sabun
Biru
Biru
Kuning
Merah muda

ü     

3
Lart. Amonia
Biru
Biru
Kuning
Tak berwarna

ü     

4
Lart. HCl
Merah
Merah
Merah
Tak berwarna
ü     


5
Lart. NaOH
Biru
Biru
Kuning
Merah muda

ü     

6
Lart. NaCl
Merah
Biru
Kuning
Tak berwarna


ü     
7
Alkohol
Merah
Biru
Kuning
Tak berwarna


ü     

                        Pengujian dengan air mahkota bunga
Nama bunga
Bunga I
Bunga II
Warna bunga
Merah
Kuning
Warna air bunga + asam cuka
Merah
Kuning
Warna air bunga + asam cuka
Hijau
Kuning Jernih

                                    Memperkirakan pH suatu larutan
No
Larutan X
Warna larutan
Perkiraan pH
pH larutan X
1
Larutan X + MJ
Kuning
≥ 4
≥ 10
2
Larutan X + MM
Kuning
≥ 6,3
3
Larutan X + BTB
Biru
≥ 7,6
4
Larutan X + PP
Merah
≥ 10

Pembahasan
            Dari praktikum yang telah kami lakukan ternyata menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori yang ada.  Dari 10 larutan yang telah diuji, yang bersifat asam yaitu : Larutan asam cuka, larutan HCl dan Air Jeruk . Sedangkan yang bersifat basa yaitu :air kapur, larutan ammonia, air sabun, dan larutan NaOH. Sementara yang bersifat netral yaitu :  air suling, larutan NaCl dan Alkohol. Dari 2 bunga yang telah diuji bunga yang baik untuk indikator adalah bunga merah. Karena bunga merah terlihat berbeda sebelum dan sesudah percobaan. Sedangkan bunga kuning tidak terlalu terlihat berbeda sehingga tidak baik untuk indikator.


A.                 Kesimpulan & Saran                      
Kesimpulan
·                     Larutan yang bersifat asam yaitu : Larutan asam cuka, larutan HCl dan Air Jeruk .
·                     Larutan yang bersifat basa yaitu :air kapur, larutan ammonia, air sabun, dan larutan NaOH.
·                     Larutan yang bersifat netral yaitu :  air suling, larutan NaCl dan Alkohol.
·                     Bunga merah adalah bunga yang baik untuk indikator.
·                     Perkiraan pH larutan X1  ≥ 10
   Saran
Dari praktikum kali ini juga kami dapat mengambil pelajaran mengenai prosedur kerja ketika praktikum di laboratorium, diantaranya yaitu :
- alat yang kita gunakan ketika praktikum harus benar-benar bersih dan kering untuk meminimalisir kesalahan ketika praktikum;
- ketika mengambil sampel larutan harus hati-hati untuk mencegah terkontaminasinya larutan yang telah di ambil di plat tetes sebelumnya;
- tangan yang digunakan ketika memasukkan kertas lakmus ke dalam sampel larutan haruslah kering dan bersih.

        
B.                 Daftar Pustaka
Harnanto Ari, Ruminten.2009.Kimia 2.Kepala Pusat Perbukuan:Jakarta.